Tingkeban: Tradisi Jawa dalam Menyambut Tujuh Bulan Kehamilan - PT. Etnikom Persada Raya

Tingkeban: Tradisi Jawa dalam Menyambut Tujuh Bulan Kehamilan

- Redaksi

Kamis, 21 Agustus 2025 - 09:46 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

ETNIKOM.NET, JAKARTA – Dalam khazanah budaya Jawa, terdapat sebuah tradisi yang penuh makna dan sarat doa, yaitu tingkeban. Upacara ini biasanya dilaksanakan ketika seorang ibu hamil memasuki usia kandungan tujuh bulan. Kata tingkeban berasal dari kata “tingkeb” yang berarti menutup, melambangkan doa agar sang ibu dan janin senantiasa terjaga hingga persalinan.

Makna dan Filosofi Tingkeban

Tradisi tingkeban bukan sekadar ritual, melainkan bentuk syukur atas karunia kehidupan baru yang sedang berkembang. Filosofinya terletak pada harapan agar bayi lahir dengan selamat, sehat, serta menjadi pribadi yang berguna bagi keluarga dan masyarakat. Bagi keluarga Jawa, tingkeban juga menjadi ajang mempererat silaturahmi dan mengikat kebersamaan.

Baca Juga :  Kuwu Sutawinangun Ajak Anak-Anak Lestarikan Seni Tari Tradisional Cirebon Lewat Kegiatan di Aula Desa

Rangkaian Acara

Tingkeban umumnya dilakukan dengan sejumlah prosesi simbolis, antara lain:

Siraman: Sang ibu disiram air dari tujuh sumber mata air yang diberi bunga, sebagai lambang penyucian lahir batin.

Ganti Busana: Ibu hamil biasanya mengenakan tujuh jenis kain batik bergantian, yang masing-masing memiliki motif dan doa khusus.

Rujak dan Tumpeng: Rujak dengan rasa pedas-manis disajikan sebagai simbol doa agar kelahiran berjalan lancar. Tumpeng juga dihidangkan sebagai wujud rasa syukur.

Doa Bersama: Tokoh masyarakat atau pemuka agama memimpin doa agar ibu dan bayi selalu dalam lindungan Tuhan.

Baca Juga :  Merawat Harmoni dalam Keberagaman Etnik Indonesia

Nilai Sosial dan Kebudayaan

Selain makna spiritual, tingkeban juga mencerminkan nilai sosial masyarakat Jawa. Acara ini menjadi momen kebersamaan, gotong royong, dan saling mendoakan. Tidak jarang, prosesi ini juga diiringi dengan kesenian tradisional, menjadikannya sebuah perayaan budaya yang hidup dan dinamis.

Relevansi di Masa Kini

Meski zaman terus berubah, banyak keluarga Jawa yang tetap melestarikan tradisi tingkeban. Ada yang melaksanakannya secara sederhana, ada pula yang menggabungkan dengan doa bersama sesuai ajaran agama masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa budaya bisa beradaptasi tanpa kehilangan esensi.[]

Berita Terkait

Jejak Nama Jalan Bangka di Pela Mampang*
Laskar Agung Macan Ali Gaungkan Persatuan dan Toleransi di Milad ke-9 di Kota Cirebon
Tradisi Pernikahan Masyarakat Betawi: Harmoni Antara Adat, Islam, dan Keceriaan
Budaya Brunei Darussalam: Harmoni Islam dan Tradisi Melayu
Aksara Batak Mendunia: Semangat Generasi Muda Melestarikan Warisan Leluhur Lewat Parsiajaran Marsurat Batak
Colours of Cultures Festival (CoCF) 2025: Melodi Nusantara
Disbudpar Kota Cirebon Fasilitasi Dialog Nama Stasiun , Identitas Lokal Harus Dijaga
Kearifan Lokal Suku Baduy: Menjaga Tradisi di Tengah Modernisasi
Berita ini 5 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 26 Oktober 2025 - 15:25 WIB

Jejak Nama Jalan Bangka di Pela Mampang*

Minggu, 26 Oktober 2025 - 14:34 WIB

Laskar Agung Macan Ali Gaungkan Persatuan dan Toleransi di Milad ke-9 di Kota Cirebon

Selasa, 14 Oktober 2025 - 08:06 WIB

Tradisi Pernikahan Masyarakat Betawi: Harmoni Antara Adat, Islam, dan Keceriaan

Selasa, 7 Oktober 2025 - 17:31 WIB

Budaya Brunei Darussalam: Harmoni Islam dan Tradisi Melayu

Senin, 6 Oktober 2025 - 06:57 WIB

Aksara Batak Mendunia: Semangat Generasi Muda Melestarikan Warisan Leluhur Lewat Parsiajaran Marsurat Batak

Berita Terbaru

Cirebon

GPAN Cirebon Siap Gelar Kampung Lawas Idol 2025

Senin, 27 Okt 2025 - 10:51 WIB

Budaya

Jejak Nama Jalan Bangka di Pela Mampang*

Minggu, 26 Okt 2025 - 15:25 WIB