RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Aceh, yang terletak di ujung barat Indonesia, dikenal bukan hanya karena sejarah panjangnya sebagai gerbang masuk Islam ke Nusantara, tetapi juga karena kekayaan budayanya yang khas. Julukan Serambi Mekkah bukan sekadar nama, melainkan cerminan kuatnya nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat, mulai dari tradisi, seni, hingga adat istiadat.
Budaya Aceh erat kaitannya dengan adat yang berlandaskan syariat Islam. Salah satu tradisi penting adalah peusijuek, atau tepung tawar, yang biasanya dilakukan dalam pernikahan, kelahiran, hingga perjalanan jauh. Tradisi ini melambangkan doa keselamatan dan keberkahan.
Selain itu, kehidupan sosial masyarakat Aceh diatur melalui musyawarah adat yang dipimpin ulama dan tokoh masyarakat. Perpaduan adat dan syariat ini membuat tatanan hidup orang Aceh begitu khas dan sarat makna.
Kesenian Aceh menjadi sarana dakwah sekaligus identitas budaya. Tari Saman, misalnya, terkenal dengan gerakan cepat, kompak, dan penuh semangat hingga dijuluki Dance of a Thousand Hands. Tarian ini sering ditampilkan untuk menyambut tamu dan memperingati hari besar Islam.
Ada pula Seudati, tarian tradisional dengan lantunan syair Islami yang dibawakan oleh penari laki-laki. Lebih dari sekadar hiburan, kesenian ini sejak dahulu menjadi media dakwah yang menyampaikan pesan moral dan spiritual.
Bahasa Aceh juga berperan penting dalam melestarikan budaya. Karya sastra klasik, seperti Hikayat Perang Sabil, pernah membakar semangat rakyat Aceh untuk berjihad melawan penjajah, dengan syair-syair yang penuh nilai Islam.
Cita rasa kuliner Aceh mencerminkan pengaruh Arab, India, dan Melayu. Mie Aceh dengan bumbu pedas gurih menjadi ikon, disusul hidangan khas lain seperti kuah pliek u, ayam tangkap, hingga kopi Gayo yang mendunia. Keanekaragaman ini menegaskan bahwa kuliner adalah bagian tak terpisahkan dari budaya Aceh.
Nilai kebersamaan masyarakat Aceh tercermin dalam tradisi meuseuraya atau kerja bakti, baik untuk membangun fasilitas umum maupun membantu tetangga dalam hajatan. Semangat gotong royong ini menjadi perekat sosial yang masih lestari hingga kini.
Meski zaman berubah, generasi muda Aceh tetap aktif melestarikan tarian, musik, hingga adat istiadat. Hal ini menunjukkan bahwa budaya Aceh bukan sekadar warisan masa lalu, melainkan identitas yang terus berkembang dan relevan bagi kehidupan modern.
Aceh adalah contoh nyata bagaimana agama, adat, dan seni bisa berpadu harmonis. Budaya Islami yang kaya warna dan penuh makna menjadikan Aceh bukan hanya daerah istimewa, tetapi juga pusat peradaban yang patut dibanggakan.[]
Referensi
Kompas, detik dan tempo









