ETNIKOM.NET, JAKARTA – Co-Founder Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) Dwi Sasongko pembatalan mutasi terhadap 7 perwira tinggi TNI termasuk di dalamnya putra mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, Letjen Kunto Arief Wibowo berdampak negatif terhadap moral para perwira dan prajurit TNI.
Dwi Sasongko pembatalan mutasi terhadap 7 perwira tinggi TNI tersebut tidak hanya mencerminkan ketidaksiapan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan di tingkat tertinggi TNI, tetapi juga mengindikasikan potensi masalah sistemik dalam tata kelola di tubuh TNI.
Seharusnya, kata dia, mutasi merupakan hasil dari proses yang matang, berdasarkan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja, kebutuhan organisasi, dan pertimbangan strategis jangka panjang.
Menurutnya ketika sebuah keputusan penting diralat dalam waktu singkat, muncul kesan bahwa kebijakan tersebut diambil secara terburu-buru, tidak transparan, atau bahkan dipengaruhi kepentingan di luar institusi.
Hal tersebut pun berpotensi merusak kredibilitas TNI sebagai institusi yang menjunjung tinggi disiplin, ketegasan, dan stabilitas internal.
“Lebih jauh, kebijakan yang berubah-ubah ini juga berdampak negatif terhadap moral para perwira dan prajurit. Ketidakpastian dalam penempatan jabatan bisa menurunkan motivasi dan memunculkan spekulasi liar di lingkungan internal maupun eksternal,” kata Dwi Sasongko, Minggu (4/5/2025).
Dalam konteks reformasi militer dan profesionalisme TNI, menurutnya, hal itu merupakan kemunduran yang perlu mendapat perhatian serius.
Peristiwa tersebut, kata dia, harus menjadi pelajaran serius bagi TNI agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Untuk itu, ISDS memberikan lima catatan yang perlu dilakukan TNI.
Pertama, memperkuat sistem perencanaan dan evaluasi pengembangan sumber daya manusia (pembinaan karier/binkar) di tubuh TNI.
“Dalam arti, mutasi dan promosi perwira tinggi harus melalui sistem yang terstruktur dan berbasis merit. Perlu ada standar dan indikator yang jelas, transparan, dan terdokumentasi,” kata dia.
Kedua, menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam mengambil keputusan terkait setiap mutasi yang akan dilakukan.
Ia mengatakan setiap kebijakan strategis yang menyangkut personel harus dikomunikasikan secara terbuka dan disertai penjelasan yang masuk akal kepada masyarakat, terutama untuk menghindari spekulasi politik atau nepotisme.
Ketiga, meningkatkan independensi TNI dari pihak lain untuk kepentingan politik tertentu.
“Di sini, TNI harus tetap berada dalam koridor profesionalisme militer, tidak menjadi alat kekuasaan ataupun tergoda oleh tarik menarik kepentingan politik. Keputusan Panglima harus mencerminkan kepentingan organisasi, bukan personal atau kelompok tertentu,” kata dia.
Keempat, membangun budaya institusi yang konsisten dan profesional.
Budaya TNI, menurutnya, harus dibangun di atas nilai konsistensi, integritas, dan kehormatan.
Setiap kebijakan, lanjut dia, harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kultur organisasi TNI.
Kelima, memperkuat mekanisme koreksi internal. “Jika terjadi kekeliruan dalam pengambilan keputusan, ralat memang bisa menjadi langkah korektif, tetapi harus disertai evaluasi menyeluruh agar tidak terulang,” ungkapnya.
ISDS memandang TNI perlu memiliki unit evaluasi internal yang independen dan objektif.
Kejadian tersebut, kata dia, hendaknya menjadi momentum reflektif bagi TNI untuk memperkuat tata kelola kelembagaan dan meningkatkan kepercayaan publik.
Sebab, menurut dia, sebagai penjaga kedaulatan negara, stabilitas internal TNI adalah salah satu fondasi utama keamanan nasional.
Menurut ISDS, mutasi sebelumnya sebenarnya sudah sesuai kebutuhan dengan kembalinya Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Kogabwilhan I) dijabat perwira tinggi TNI AL.
“Di mana, TNI meletakkan prioritas pertahanan laut di wilayah barat Indonesia. Apalagi mengingat adanya eskalasi di Kawasan Laut China Selatan (LCS),” katanya.
Diketahui, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto meralat mutasi perwira tinggi TNI yang baru satu hari diumumkan melalui Keputusan 554a/IV/2025 yang mengoreksi mutasi dalam Surat Keputusan 554 yang ditandatangani 29 April 2025.
Dari sebanyak 237 perwira tinggi, tujuh orang dibatalkan mutasinya termasuk putra Try Sutrisno yakni Letjen TNI Kunto Arief Wibowo hingga mantan ajudan Presiden Ketujuh RI Joko Widodo, Laksda TNI Hersan.
Awalnya, Letjen Kunto digantikan Laksda Hersan menjadi Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I).
Demikian pula Pangkolinlamil Laksda TNI Krisno Utama tidak jadi dimutasi menjadi Panglima Komando Armada III.
Selain itu, ada empat perwira tinggi yang batal dimutasi yaitu Laksda TNI Rudhi Aviantara yang tadinya dimutasi menjadi Panglima Kolinlamil, Laksma TNI Phundi Rusbandi yang tadinya menjadi Kepala Staf Kogabwilhan I, Laksma TNI Benny Febri yang tadinya menjadi Waaskomlek KSAL, serta Laksma TNI Maulana yang tadinya Kadiskomlekal.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen Kristomei Sianturi menyebut penangguhan mutasi 7 perwira tinggi TNI dilakukan karena ada perencanaan dari sisi organisasi dan personalia.
“Ini kan sesuai yang pertimbangkan para pimpinan masing-masing. Siapa-siapa yang harus yang sudah bergeser. Ternyata setelah dipertimbangkan dengan perkembangan situasi yang ada saat ini, ternyata masih harus dipimpin oleh pati (perwira tinggi) yang bersangkutan,” ungkap Kristomei saat konferensi pers via daring pada Jumat (2/5/2025) malam.
“Kita masih tunda untuk pergeserannya. Karena ada yang tidak bergeser, maka rangkaian itu tidak bisa bergeser,” lanjut dia.
Ia juga menegaskan penangguhan mutasi terhadap Letjen TNI Kunto Arief Wibowo tersebut tidak ada kaitannya dengan aktivitas atau pernyataan dari ayah Kunto, Try Sutrisno.
“Jadi kan tadi sudah saya tegaskan di awal bahwa mutasi ini tidak terkait dengan apapun di luar dari organisasi TNI. Jadi ini sesuai dengan profesionalitas, proporsionalitas, dan memang kebetulan organisasi di saat ini. Tidak terkait dengan misalnya, oh kemarin itu orang tuanya Pak Kunto, karena.., enggak, tidak ada kaitannya,” tegas Kristomei.
“Dia (Try Sutrisno) Purnawirawan, prinsipnya tidak terkait dengan TNI aktif saat ini. Pernyataan-pernyataan itu juga tidak menyebabkan, oh, gara-gara itu Pak Kunto bergeser. Enggak, tidak. Ini hanya karena memang ada perencanaan dari sisi organisasi dan dari staf personalia,” lanjut dia.[]
Sumber Berita: Tribun News