ETNIKOM.NET, JAKARTA – Bagi masyarakat Betawi, jengkol bukan sekadar bahan makanan, tapi sudah menjadi bagian dari identitas kuliner yang tak tergantikan. Aromanya yang tajam dan rasanya yang khas membuat jengkol selalu punya tempat di hati warga Betawi, meski sebagian orang memilih untuk “menjauh” karena baunya yang menyengat.
Jengkol, atau Archidendron pauciflorum, tumbuh subur di wilayah tropis seperti Indonesia. Biji bulat berwarna cokelat tua ini kerap diolah menjadi berbagai masakan lezat: semur jengkol, balado jengkol, hingga rendang jengkol yang menggugah selera. Dalam tradisi kuliner Betawi, jengkol sering hadir di acara-acara penting seperti hajatan, syukuran, hingga lebaran.
Bagi sebagian orang Betawi, jengkol bukan sekadar makanan, tapi simbol keotentikan dan keberanian. Makan jengkol dianggap menunjukkan keaslian dan kebanggaan terhadap warisan leluhur.
Dalam ungkapan sehari-hari, orang Betawi bahkan suka bercanda, “Orang Betawi mah, makan jengkol aja gagah!”
Tradisi ini diwariskan turun-temurun. Dari dapur nenek di kampung hingga warung tenda di tengah kota, jengkol tetap bertahan sebagai ikon kuliner yang melawan arus modernisasi makanan cepat saji.
Di balik aromanya yang kuat, jengkol menyimpan berbagai manfaat kesehatan. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa jengkol mengandung protein, kalsium, fosfor, zat besi, serta vitamin A, B1, dan C. Kandungan tersebut bermanfaat untuk:
1. Menurunkan tekanan darah – Jengkol memiliki zat alkaloid dan tanin yang membantu melancarkan peredaran darah.
2. Menjaga kesehatan tulang dan gigi – Kandungan kalsiumnya cukup tinggi, baik untuk tulang dan pertumbuhan anak.
3. Mencegah anemia – Zat besi di dalamnya membantu pembentukan sel darah merah.
4. Mengontrol kadar gula darah – Beberapa studi menyebutkan ekstrak jengkol dapat membantu menstabilkan gula darah.
Namun, jengkol juga perlu dikonsumsi dengan bijak. Kandungan asam jengkolat yang tinggi bisa menyebabkan gangguan ginjal jika dimakan berlebihan, terutama pada orang yang sensitif. Kuncinya: konsumsi secukupnya dan pastikan dimasak hingga matang.
Meski zaman terus berubah, jengkol tetap bertahan sebagai kebanggaan kuliner masyarakat Betawi. Dari warung sederhana hingga restoran modern, jengkol selalu punya penggemar setia.
Ia bukan sekadar makanan — melainkan simbol kehangatan keluarga, pergaulan, dan jati diri masyarakat Betawi yang apa adanya namun penuh cita rasa.
Atau seperti kata orang tua Betawi dulu, “Makan jengkol jangan takut bau, yang penting hati tetap baik dan perut kenyang selalu.”[]
Penulis : Gofur









