Mengapa Amerika Keberatan dengan GPN dan QRIS?

- Redaksi

Sabtu, 26 April 2025 - 15:10 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Budhiana Kartawijaya /Foto: Odessa.id

Budhiana Kartawijaya /Foto: Odessa.id

 

Penulis: Budhiana Kertawijaya

 

ETNIKOM.NET, JAKARTA – Keputusan Indonesia meluncurkan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional) dan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) bukan cuma soal kemudahan transaksi digital. Ini soal kedaulatan ekonomi bung. Soal siapa yang menguasai arus uang, data, dan masa depan.

GPN diluncurkan Bank Indonesia Desember 2017, sedangkan QRIS April 2019. Biayanya tidak sedikit. Sebelum ada GPN & QRIS, setiap kali kita gesek kartu Visa atau Mastercard, data transaksi itu dikirim ke luar negeri.

Kita pegang kartu debit BCA misalnya, bayar via mesin gesek (EDC) mandiri, maka switch dulu ke jaringan Visa/Master. Transaksi dilakukan di luar negeri dong.

Fee-nya? Dipotong untuk dua raksasa finansial global asal Amerika: Visa dan Mastercard. Indonesia seperti membayar “uang sewa” hanya untuk bisa bertransaksi di rumah sendiri.

Bank-bank lokal tak punya pilihan. Jika ingin terkoneksi global, mereka harus ikut tarif dan sistem yang dibuat pihak asing. Ironisnya, bahkan untuk belanja domestik, kita masih “minta izin lewat Amerika.

Apa Untungnya Amerika?

Dia ambil 1–3% fee dari setiap transaksi. Kecil sih, tapi kali sekian juta transaksi pertahun, dalam skala nasional itu keuntungannya miliaran dolar tiap tahun. Devisa kita tersedot ke Paman Sam. Indonesia, dengan ritel tahunan ribuan trilyun rupiah, adalah ladang emas.

Mereka juga mendapat sesuatu yang lebih mahal dari uang: data konsumen Indonesia. Dia tahu kecenderungan dan pola belanja SETIAP warga Indonesia pemegang kartu. Data adalah minyak baru (new oil).

Baca Juga :  Efek Domino Geopolitik Regional Iran–Israel Bagi Indonesia

Apa Ruginya Indonesia?
Pendapatan negara bocor ke luar negeri. Biaya transaksi tinggi karena pakai jaringan global. UMKM jadi enggan digital karena mahal, ekonomi digital mandek. Dan yang lebih mengkhawatirkan: kita tak berdaulat atas data transaksi kita sendiri.

Lalu Hadirlah GPN & QRIS
GPN: menyatukan sistem antarbank nasional. Kartu debit bank lokal bisa digunakan lintas jaringan domestik. QRIS: menyatukan semua QR Code jadi satu standar nasional. Pakai OVO, DANA, Gopay, ShopeePay? Semua tinggal scan satu QR. Ini bukan cuma efisiensi. Ini revolusi diam-diam dalam arsitektur keuangan nasional.

Kenapa QRIS Cepat Melejit?
Adalah COVID-19 yang membawa berkah melejitnya QRIS. Ketakutan orang terhadap uang kertas bisa membawa virus, menyebabkan QRIS dapat tempat.

Satu QR untuk semua aplikasi: praktis dan hemat.
– Transaksi nyaris tanpa biaya untuk UMKM.
– Didukung penuh Bank Indonesia & fintech lokal.
– Nyambung banget dengan gaya hidup digital masyarakat.

QRIS Menjadi Gerakan ASEAN

Hari ini, QRIS tak lagi eksklusif Indonesia.
– Turis Thailand bisa bayar makan di Bali pakai dompet digital lokalnya.
– Orang Indonesia bisa ngopi di Kuala Lumpur cukup scan QRIS.
– Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina—semua sedang membangun interkoneksi lintas negara.
Inilah embrio dari ASEAN Pay — gerakan regional membangun sistem pembayaran sendiri, bebas dari dominasi jaringan asing.

Baca Juga :  Belanda, Dari Rempah-Rempah Hingga Neo Kolonialisme Penjajah

Berapa Kerugian Visa & Mastercard?

– Miliaran dolar fee transaksi yang dulunya otomatis mengalir kini menguap.
– Negara-negara besar seperti Indonesia, India, Brasil mulai bangun sistem sendiri.
– Kalau tren ini berlanjut, dominasi Visa dan Mastercard akan digerus pelan-pelan.

Siapa Stakeholder Visa & Mastercard?

– Google Pay, Apple Pay, PayPal, Amazon Pay — semua itu bernafas lewat jaringan Visa/Mastercard.
– GPN dan QRIS dianggap ancaman: mereka khawatir kehilangan kendali atas data dan pendapatan.

Tapi di Indonesia, tumbuh ekosistem sehat:
– OVO, Dana, Gopay, ShopeePay, LinkAja — bukan saling bunuh, tapi saling terhubung lewat QRIS.
– UMKM bisa masuk ekonomi digital tanpa tergantung pihak asing.
– Biaya turun, akses naik, dan data tetap di rumah sendiri.

Maka, keberatan Amerika terhadap GPN dan QRIS bukan soal teknologi. Ini soal siapa yang mengontrol sistem keuangan global. Bagi Indonesia, ini adalah langkah berani. Bagi ASEAN, ini adalah poros baru ekonomi digital yang inklusif dan berdaulat.

Jadi, GPN dan QRIS (di Indonesia), NetQR (Singapura), PromptPay (Thailand), DuitNowQR (Malaysia), QRPh (Filipina), VietQR (Vietnam), Bakong (Kamboja), MPU QR (Myanmar), BCELOne (Laos), nanti akan terhubung dan menjadi ASEAN Pay.
Amerika akan kehilangan pasar dolar di ASEAN.

QRIS bukan cuma QR Code.
Ia adalah gerakan pembebasan ekonomi digital dari ketergantungan.
Ia adalah jalan pulang menuju kedaulatan.[]

Berita Terkait

Efek Domino Geopolitik Regional Iran–Israel Bagi Indonesia
Unsur Fisik dan Metafisik dari Sebuah Proses Pendidikan 
Fatherhood in Islam
Perlawanan Palestina, Simbol Kehidupan di Tengah Kematian Nurani
Kesombongan Netanyahu dan Kehancuran Zionis Israel
Islam, Public Engagement and New York City Election 
Vrije Man Sang Pemberontak Sejak Zaman Kolonial
Negara Prioritas yang Akan Dikunjungi Walikota New York Terpilih
Berita ini 7 kali dibaca
Tag :

Berita Terkait

Selasa, 17 Juni 2025 - 18:46 WIB

Unsur Fisik dan Metafisik dari Sebuah Proses Pendidikan 

Selasa, 17 Juni 2025 - 11:04 WIB

Fatherhood in Islam

Senin, 16 Juni 2025 - 19:13 WIB

Perlawanan Palestina, Simbol Kehidupan di Tengah Kematian Nurani

Senin, 16 Juni 2025 - 16:23 WIB

Kesombongan Netanyahu dan Kehancuran Zionis Israel

Senin, 16 Juni 2025 - 10:21 WIB

Islam, Public Engagement and New York City Election 

Berita Terbaru

Daerah

Jelang Munas 2026: DPP SWI Gelar Rapat Pleno Pengurus

Rabu, 18 Jun 2025 - 03:48 WIB