ETNIKOM.NET, JAKARTA – Di tengah derasnya arus modernisasi, Suku Baduy di pedalaman Banten menjadi salah satu komunitas adat di Indonesia yang masih teguh menjaga tradisi leluhur. Dengan kehidupan yang sederhana dan aturan adat yang ketat, masyarakat Baduy seakan menjadi cermin bagaimana harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas bisa tetap terjaga.
Kehidupan Sehari-hari
Suku Baduy terbagi menjadi dua kelompok besar: Baduy Dalam dan Baduy Luar.
Baduy Dalam hidup lebih tertutup, memegang adat sangat ketat, tidak menggunakan listrik, kendaraan, maupun teknologi modern. Rumah mereka terbuat dari bilik bambu dengan atap ijuk atau rumbia.
Baduy Luar lebih terbuka terhadap pengaruh luar, meski tetap menjaga tradisi, mereka mulai mengenal peralatan sederhana, pakaian berwarna, dan menerima interaksi dengan wisatawan.
Masyarakat Baduy menggantungkan hidup dari bercocok tanam, terutama padi huma yang ditanam di ladang. Filosofi mereka, “tanah bukan untuk dijual, melainkan untuk diwariskan”, menunjukkan betapa erat hubungan mereka dengan alam.
Dalam budaya Baduy, adat adalah hukum tertinggi. Mereka dipimpin oleh Pu’un, tokoh adat yang dihormati dan dianggap sebagai penjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Beberapa aturan adat yang masih berlaku antara lain:
Tidak menggunakan alat transportasi modern.
Tidak memakai listrik dan teknologi canggih.
Tidak menebang pohon sembarangan.
Tidak boleh mengubah aliran sungai.
Aturan ini bukan sekadar larangan, melainkan bentuk kearifan ekologis yang menjaga kelestarian lingkungan selama ratusan tahun.
Suku Baduy menganut kepercayaan Sunda Wiwitan, sebuah keyakinan tradisional yang menekankan pada keseimbangan hidup, penghormatan pada alam, dan ketaatan pada leluhur. Ritual-ritual adat, seperti Seba Baduy, menjadi momen penting ketika masyarakat Baduy berjalan kaki menuju pusat pemerintahan di Banten untuk menyerahkan hasil bumi.
Upacara ini melambangkan kepatuhan pada negara sekaligus menjaga hubungan harmonis dengan dunia luar.
Meski tetap teguh pada adat, masyarakat Baduy tidak menutup diri sepenuhnya. Wisatawan kini bisa berkunjung ke wilayah Baduy Luar untuk belajar tentang kehidupan sederhana, membeli kain tenun Baduy, atau sekadar merasakan atmosfer alam yang masih asri. Namun, tantangan muncul ketika modernisasi mencoba masuk melalui jalur ekonomi, pendidikan, hingga media sosial.
Di sinilah nilai budaya Baduy menjadi pelajaran penting: bagaimana menjaga identitas dan tradisi tanpa kehilangan arah di tengah globalisasi.
Budaya Baduy adalah warisan bangsa yang patut dijaga. Kesederhanaan, kepatuhan pada adat, dan kecintaan pada alam adalah kearifan lokal yang relevan untuk dijadikan pedoman hidup di era modern. Dari Baduy kita belajar bahwa kemajuan tidak selalu harus mengorbankan tradisi.[]
Penulis : Gofur









