Two State Is Not Really Solution For Palestine

- Redaksi

Sabtu, 7 Juni 2025 - 12:28 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

Penulis: Raihun Anhar, S. Pd | Mahasiswi Program Magister Teknologi Pendidikan Universitas Ibnu Khaldun

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Prabowo Subianto saat kunjungan Emmanuel Macron, 28 Mei 2025 mengatakan bahwa two state solution adalah satu-satunya solusi atas masalah Palestina-Israel. Dia juga mengatakan,  Indonesia akan mengakui Israel dan bersedia membuka hubungan diplomatik dengan Israel bila Israel mengakui memberi kemerdekaan Palestina.

Sungguh pernyataan ini tidak pantas keluar dari lisan seorang pemimpin muslim. Mengapa demikian? Israel adalah penjajah yang harus diusir dari sana. Mereka merebut tanah kaum muslim dan menjadikannya sebagai negara seperti keinginan bapak Zionis, Theodor Herzl.

Sejarah Singkat Palestina/Syam

Negeri Syam merupakan tanah ribath, senantiasa diperebutkan. Pernah direbut oleh Pasukan Salib, kembali dibebaskan oleh Salahuddin Al Ayyubi pada tahun 1187 M. Sultan Abdul Hamid II tidak memberikan tanah Syam sedikitpun pada Theodor Herzl yang memintanya. Namun, oleh penguasa Kristen saat itu, negeri ini diberikan secara damai kepada Khalifah Umar bin Khattab. Artinya negeri ini milik Islam dengan keutamaan seperti sebagai kiblat pertama dalam Islam dan merupakan negeri para nabi.

Palestina berhasil dibebaskan oleh kaum muslim dibawah kepemimpinan Umar bin Khattab oleh pasukan jihad yang dipimpin oleh Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah ibnu Jarrah. Kemudian Umar sebagai Khalifah berkunjung dan diberikan negeri ini dari tokoh kunci yang juga seorang pendeta bernama Patriark Sophronius kepada Umar pada tahun 637 M.

Zionis Israel mengingkannya sehingga berbagai cara mereka lakukan untuk merebutnya dari kekhilafaan Islam. Kekaisaran Bizantium melalui pasukan militer (Pasukan Salib) berhasil menguasai Syam pada 1099. Kemudian negeri ini kembali dibebaskan oleh Salahuddin pada tahun 1192.

Setelah Salahuddin wafat, Palestina kembali diincar kafir termasuk Zionis. Theodor Herzl (Bapak Zionis) yang datang menemui Sultan Abdul Hamid dan meminta tanah Palestina namun tidak diberikan oleh Sultan Abdul Hamid II yang saat itu sebagai Khalifah. Namun Theodor Herzl tidak menyerah, dan mencoba cari dukungan dari Inggris dan Prancis untuk membantunya.

Melalui perjanjian Sykes-Picot (1916), Inggris dan Prancis secara rahasia membahas pembagian wilayah (negeri-negeri Arab) yang akan dikendalikan oleh keduanya. Syam termasuk Palestina menjadi wilayah Inggris. Akan tetapi Prancis juga mengingkannya, sehingga dengan diam-diam Prancis berhasil menjadikan wali (gubernur) Syam, Ibrahim Pasha sebagai anteknya tanpa diketahui Inggris.

Baca Juga :  Kapitalisme, Racun dalam Dunia Pendidikan

Dalam Deklarasi Balfour (1917), Inggris mendukung untuk pendirian negara Yahudi di Palestina. Pada 1947, PBB mengadopsi Resolusi 181 (juga dikenal sebagai Resolusi Pembagian) yang akan membagi bekas mandat Palestina milik Inggris Raya menjadi negara-negara Yahudi dan Arab pada bulan Mei 1948 ketika mandat Inggris dijadwalkan berakhir. Palestina tidak lagi dikendalikan Inggris melainkan dikendalikan internasional yang dikelola oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Dalam kitab Ad Daulah Islamiyyah, Taqiyuddin an Nabhani menjelaskan bahwa pada tahun 1625, Eropa (Prancis) membangun lembaga Kristen Yesuit. Pada tahun 1834 delegasi misionaris telah tersebar di seluruh Syam, terdapat satu fakultas di Libanon.

Delegasi misionaris Amerika, Willie Smith dan Istrinya membuka sekolah untuk wanita pada 1834 di Beirut. Ibrahim Pasha menerapkan kurikulum Prancis di Syam dan Mesir dan menjadi peluang untuk misionaris masuk ke sekolah-sekolah.

Barat berhasil memecah belah persatuan di Syam dengan serangan misionaris yang masuk melalui pendidikan. Melalui kelompok studi al Jam’iytatu al Syarqiyyah (kelompok studi ketimuran) yang didirikan Prancis untuk mengajak pada paham nasionalisme (kebangsaan), kearaban, dan membangkitkan permusuhan antara Arab terhadap Khilafah Utsmani yang mereka namakan Turki.

Kemudian Barat menyingkirkan Daulah Utsmani agar keinginan mereka untuk menguasai Syam dan Negeri Arab tidak diganggu. Daulah Utsmani berhasil runtuh pada 3 Maret 1924. Peran Kemal Attaturk tidak bisa dilupakan dalam proses ini.

Setelah itu muncullah negara dengan ide nasionalisme yang membagi Arab termasuk negeri Syam menjadi beberapa negara seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Palestina, Suriyah, Libanon, dan Israel yang dideklarasikan pada tahun 1948.

Tetapi Israel penjajah tidak ingin berdampingan dengan Palestina sehingga mereka mengusir, memerangi, membunuh bahkan melakukan genosida terhadap rakyat Palestina. Tak ada siapapun yang bisa menghentikan kebiadaban zionis ini.

Para pemimpjn Barat selalu mendukung zionis dengan kebiadabannya. Anehnya,  negeri-negeri muslim yang banyak dan kuat tak berdaya melawan Israel dan sekutunya. Mengapa? Karena disekat oleh nasionalisme yang sejak dulu dipakai Barat untuk menghancurkan persatuan kaum muslim yang dilindungi oleh kekuatan islam global.

Baca Juga :  Konferensi Tahunan Umat Kristen di Kota New York

Jihad Solusi Satu-Satunya Masalah Palestina

Two state solution bukanlah solusi yang tepat untuk Palestina. Ada solusi yang mampu menyelesaikan hingga tuntas yakni jihad untuk mengusir Zionis dari Palestina.

Palestina dalam sejarahnya tidak lepas dari jihad untuk memperjuangkannya. Rasulullah SAW pernah memimpin perang untuk pembebasan Palestina yaitu perang Tabuk. Perjuangan Rasulullah SAW pun dilanjutkan oleh Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab.

Palestina berhasil dibebaskan oleh kaum muslim di bawah kepemimpinan Umar bin Khattab oleh pasukan jihad yang dipimpin oleh Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah. Kemudian Umar sebagai Khalifah berkunjung dan diberikan negeri ini dari tokoh kunci Sophronius kepada Umar pada tahun 637 M.

Sejak Khalifah Umar bin Khattab hingga Daulah Utsmani, ketika terjadi konflik di Syam harus segera di selesaikan. Mengapa? Karena para pemimpin dalam Islam bertanggung jawab sebagai pelindung jiwa rakyatnya. Sebagaimana hadis Nabi SAW yang artinya: “Imam adalah perisai (junnah), orang-orang akan berperang di belakangnya dan berlindung di bawahnya” (HR Muslim)

Namun, kini umat Islam tidak memiliki seorang khalifah/imam yang membawahi selueuh negara islam di dunia karena institusi itu telah dihapus Barat. Maka tugas kita adalah mewujudkan kembali perisai itu dengan bersatu secara pemikiran dan juga perasaan yang sama yaitu Islam, sebagaimana Muhajirin dan Anshor yang dipersatukan dengan Islam oleh Nabi Muhammad SAW. Bagaimana caranya?

Kembali melihat sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW yang berjuang dari Mekkah hingga Yastrib/Madinah. Rasul bersama para sahabat berjuang bersama dalam kelompok. Rasul mengutus Mus’ab bin Umair ke Yastrib untuk mendakwahkan para pemimpin. Kemudian dakwah Islam diterima oleh beberapa pemimpin Yastrib seperti Sa’ad bin Muadz, Usaid bin Hudhair, As’as bin Zurarah dan lainnya.

Maka sudah sepatutnya kita mengikuti metode Nabi mewujudkan Daulah Islam di Madinah. Berjamaah dalam sebuah kelompok politik dan mendakwahkan para penguasa muslim hari ini agar menerima Islam. Dengan demikian akan terwujud persatuan yang dengannya mampu membebaskan Palestina dari Zionis.[]

Berita Terkait

Efek Domino Geopolitik Regional Iran–Israel Bagi Indonesia
Unsur Fisik dan Metafisik dari Sebuah Proses Pendidikan 
Fatherhood in Islam
Perlawanan Palestina, Simbol Kehidupan di Tengah Kematian Nurani
Kesombongan Netanyahu dan Kehancuran Zionis Israel
Islam, Public Engagement and New York City Election 
Vrije Man Sang Pemberontak Sejak Zaman Kolonial
Negara Prioritas yang Akan Dikunjungi Walikota New York Terpilih
Berita ini 7 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 17 Juni 2025 - 18:46 WIB

Unsur Fisik dan Metafisik dari Sebuah Proses Pendidikan 

Selasa, 17 Juni 2025 - 11:04 WIB

Fatherhood in Islam

Senin, 16 Juni 2025 - 19:13 WIB

Perlawanan Palestina, Simbol Kehidupan di Tengah Kematian Nurani

Senin, 16 Juni 2025 - 16:23 WIB

Kesombongan Netanyahu dan Kehancuran Zionis Israel

Senin, 16 Juni 2025 - 10:21 WIB

Islam, Public Engagement and New York City Election 

Berita Terbaru

Daerah

Jelang Munas 2026: DPP SWI Gelar Rapat Pleno Pengurus

Rabu, 18 Jun 2025 - 03:48 WIB